

hoaks!
Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
Di media sosial, tersiar narasi yang mengeklaim kabut tersebut terbentuk akibat rekayasa iklim. Tujuannya, untuk meningkatkan kasus TBC di Indonesia.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narasi itu tidak benar atau merupakan hoaks.
Narasi yang beredar
Informasi yang mengeklaim kabut di Jabodetabek adalah rekayasa iklim untuk meningkatkan kasus TBC disebarkan oleh akun Facebook ini pada Senin (30/6/2025). Arsipnya dapat dilihat di sini.
Berikut narasi yang ditulis:
Banyak laporan orang orang mengapa lingkungan cuaca dingin serasa di puncak dan berkabut… Ada apa di balik itu semua?
Biar program screening, obat obatan TBC TBC an laku dan laris manis, apalagi vaksinnya biar diloloskan dan disetujui….
1 bulan saja dibuat rekayasa cuaca dan iklim dingin seperti di puncak maka tunggu saja headline berita tiba tiba kasus TBC melonjak naik….
Si Fauci pernah bilang : agar dunia siap menghadapi pandemi maka caranya dengan membuat pandemi itu ada dan terjadi (plandemi) ,
Penjelasan nya nanti saya sampaikan dalam live streaming online…

Penelusuran Kompas.com
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, penyebab fenomena kabut di wilayah Jabodetabek yakni kombinasi suhu rendah dan kelembaban tinggi.
Fenomena alami ini terjadi pagi hari, terutama setelah turun hujan dan suhu udara belum cukup hangat.
“Fenomena kabut yang teramati di sebagian wilayah Jabodetabek merupakan fenomena alami yang disebabkan oleh suhu udara yang rendah dan kelembaban udara yang tinggi, bukan karena kondisi (polusi) udara,” kata Ketua Tim Kerja Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Ida Pramuwardani pada Senin (30/6/2025) dikutip dari Kompas.com.
Meski demikian, ia tidak menafikan fakta bahwa kabut di kawasan perkotaan atau wilayah industri dapat bercampur dengan partikel polutan.
“Kabut yang muncul di wilayah padat aktivitas manusia bukan berarti udara tidak sehat secara keseluruhan,” ungkapnya.